suasana transaksi tempat pelelangan ikan |
Minggu kemaren tanggal 16 September 2012 sejak sekitar pukul 05.00 wita
saya dan sepupu sudah keluar rumah untuk joging dan menikmati terbitnya
matahari di sepanjang bypass pantai pelabuhan Raha.
Ketika tanpa terasa tiba di pasar tradisional utama di Raha, Laino, sepupuku
lalu mengajak mampir ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang letaknya
berseberangan dengan pasar Laino.
Tiba disitu sekitar pukul 06.00 wita orang-orang sudah memenuhi tempat
itu. Tua muda, anak-anak, penjual, pembeli bercampur saling berdesak-desakan. Belakangan terutama di hari
minggu begini tempat ini menjadi sangat ramai.
Ada para nelayan yang baru datang dari laut dan menjual hasil tangkapan
semalam. Ada penjual ikan yang sengaja
datang sejak subuh untuk menunggu dan membeli ikan-ikan segar untuk dijual
kembali di pasar Laino. Ada para papalele (pengecer) yang kebanyakan ibu-ibu
berebut membeli ikan 1 atau 2 ember untuk dibawa jual berkeliling kota raha
dari rumah ke rumah. Ada yang memang sengaja datang langsung dari rumah untuk
menikmati matahari terbit sambil sarapan dan orang-orang yang jogging dan
mengakhiri pagi dengan sarapan disini. Kami termasuk kelompok terakhir. Di
perjalanan mendekati tempat pelelangan kami melewati banyak remaja berpakaian
jogging berjalan santai ke arah yang sama. Ada juga yang datang sekedar membeli
ikan untuk dibawa pulang.
tempat pembakaran berderet sepanjang tepi laut |
Mungkin, inilah satu-satunya tempat sarapan paling unik di Indonesia.
Kita hanya perlu membeli ikan dan membawanya ke tempat penjual lapa-lapa (makanan khas Sulawesi
Tenggara terbuat dari beras bersantan yang dibungkus dengan daun janur kelapa
yang diikat melilit dengan tali plastik dan direbus selama 3 – 4 jam) yang
berderet di sepanjang sebelah kiri dari tempat pelelangan ikan. Bakar ikan
disini gratis! Lalu kalau mau, kita bisa minta sambal colo-colo (sambal mentah)
dan sayur, pada umumnya dengan kuah santan encer, juga gratis! Air cuci tangan pun
gratis. Asalkan kita membeli lapa-lapa dari mereka sebagai pelengkap sarapan. Lapa-lapa dijual Rp
2.000,-/buah. Makan 2 buah sudah cukup mengenyangkan. Mau minum, ada penjual
minuman kemasan gelas di sudut, dengan merk setempat. Tapi kalau mau aman, bawa
sendiri.
Secara kebetulan kami bertemu sahabat karib bibi saya disitu dan mereka
mengajak kami mampir sarapan bersama mereka. Makan gratis, tentu saja kami terima
dengan suka cita. Mengingat tadinya kami hendak membatalkan nongkrong disitu
karena padatnya pengunjung hari itu. Ikan mereka baru saja matang. Ikan
loli-loli, bentuknya panjang dan wujudnya mirip ikan belanak. Masih segar waktu
dibakar, fresh from the sea. Dagingnya
putih dan sangat lembut. Dicocol-cocol sambal ditemani lapa-lapa. Wooww…..sungguh
sarapan yang luar biasa enak. Saya tertawa melihat Putri, anak sahabat bibi
saya “menyudek” (meminum kuah sayur langsung dari piringnya) hingga berbunyi.
Hari yang indah. Hari yang cerah. Terdengar saling sapa disana sini. Ini
kota kecil, sepertinya semua orang saling kenal. Kecuali saya yang baru
beberapa waktu datang kesini. Orang-orang menikmati makanan dengan berbagai
gaya. Jongkok, nongkrong di pinggiran beton pembatas pantai, duduk diatas
motor, di dalam mobil, bahkan ada yang berdiri. Bahkan ada keluarga yang niat betul
sarapan disitu karena menggelar karpet dan membawa sayur bunga papaya tumis.
Serius sekali mereka.
bisa disantap dimana saja |
Ikan loli-loli itu dibeli seharga Rp 20.000,-/ tumpuk, isinya 7 ekor
lumayan besarnya. Kata mereka saat itu ikan sedang mahal. Biasanya bisa didapat
dengan harga lebih murah. Saya tidak melihat ada timbangan disitu kemaren. Pada
umumnya ikan-ikan dijual per tumpuk kalau yang jual nelayan kecil. Jika nelayan
besar akan menjual hasil tangkapannya
per ember atau kaleng bekas cat ukuran 5 hingga 10 kg, atau untuk ikan ukuran
kecil seperti teri misalnya dijual per pendingin styroform ukuran besar kepada beberapa
orang sekaligus yang nantinya akan
dibagi merata diantara mereka. Bukan saja ikan berbagai jenis dan ukuran,
rajungan, kerang dan cumi-cumi atau sotong juga ada.
Saya membeli kerang 1 ember kecil yang dihargai Rp 10.000,- untuk dibawa
pulang. Kerangnya beraneka ukuran dan jenis. Melihat itu sepupu saya tertawa,
dia berkomentar apakah saya membeli karena memang kepingin atau karena kasihan
kepada penjualnya. Karena saya tidak menawarnya. Memang penjualnya ibu-ibu tua
sekali dan hanya menjual kerang itu dan beberapa tumpuk ikan yang juga beraneka
ukuran dan jenis.
Pulangnya sekali lagi kami tersenyum. Seorang ibu tua menggelar dagangan
diantara semua yang berbau-bau ikan itu, ada pakaian dalam perempuan, kaos-kaos
bola untuk anak-anak, baju anak perempuan, kaos kaki dan beberapa jenis snack
kemasan. Ada-ada saja…..
Tinggal dan menetap di kota kecil ini? Sepertinya patut dicoba…………..